Selasa, 20 November 2012

Jaksa Agung Minta Hakim Tolak Permintaan Tersangka Chevron










Jakarta-GN
Jaksa Agung Basrief Arief meminta empat hakim yang mengadili permohonan praperadilan diajukan empat tersangka kasus dugaan korupsi PT Chevron Pasific Indonesia (PT. CPI) supaya ditolak.
Alasannya, penahanan dan perpanjangan penahanan terhadap pemohon Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, Widodo dan Bachtiar Abdul Fatah, sah menurut hukum.
Permintaan disampaikan pihak termohon melalui tim jaksa penuntut umum  antara lain, Hendro Dewanto, Syarif Sulaeman Nahdi, Agung Purnomo dan Daster Sitohang menanggapi gugatan kuasa hukum para pemohon dalam sidang lanjutan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di tempat terpisah, Selasa (20/11).
Tuntutan ganti rugi diajukan empat pemohon sebesar Rp 4 milyar lebih, menurut tim jaksa penuntut umum, harus ditolak. Penuntut umum mengingatkan ganti rugi praperadilan diatur pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah serendah-rendahnya Rp 5 ribu dan paling tinggi Rp 1 juta.
Kecuali, katanya, jika penangkapan dan penahanan mengakibatkan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjan atau mati, besarnya ganti rugi maksimal Rp 3 juta.
“Permintaan ganti rugi diajukan oleh pemohon bersifat ikutan, bila terpenuhi dalil dan alasan permohonan terkait masalah penetapan tersangka, penahanan dan pencegahan ke luar negeri barulah permintaan ganti rugi dan rehabiltasi dikabulkan,” jelasnya.
Tentang perintah penahanan dan penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka karena diduga keras melakukan tindak pidana berdasar bukti cukup dan adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana lagi.
Selain itu, penahanan juga harus  syarat obyektif sesuai pasal 21 ayat 4 huruf a dengan ancaman pidana lima tahun penjara.
“Dalam kasus ini para pemohon disangka melanggar ketetuan pasal yang ancaman hukuman 5 tahun atau lebih,” jelas tim penuntut umum sambil menambahkan dengan demikian syarat subyektif mauoun obyektif telah terpenuhi penyidik menahan  atas diri pemohon.
Penuntut umum juga tidak setuju dengan dalil pemohon yang mengatakan  termohon telah menetapkan para pemohon sebagai tersangka sebelum dilakukan penghitungan kerugian negara.
“Pernyataan kuasa hukum pemohon tersebut secara implisit permasalahannya bukan tidak ada kerugian negara, namun terkait penghitungannya,” tandasnya sambil menyebutkan dengan adanya kerugian negara tersebut penyidik meminta ahli berwenang guna mengetahui kerugian negara.
Dia menambahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukanlah satu-satunya ahli dalam hal perhitungan kerugian negara. Sidang menarik perhatian masyarakat diundur guna pembuktian. (*Dd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar