Senin, 03 Desember 2012
BBM Bersubsidi Rp 6.000 per Liter
JAKARTA - GN
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyarankan pemerintah agar menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter. Dengan begitu tahun depan negara dapat menghemat subsidi BBM sebesar Rp 70 triliun.
“Sekarang, kondisi ekonomi masyarakat jauh lebih baik, beli pulsa saja bisa puluhan bahkan ratusan ribu, saya kira tidak akan ada masalah kalau naik Rp 1.500 per liter,” ujar Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto, kemarin. Harga premium dan solar saat ini Rp 4.500 per liter karena masih mendapat subsidi yang besar dari negara.
Menurut dia, kenaikan harga BBM subsidi sebaiknya dilakukan awal tahun (Januari 2013). Dengan begitu hasilnya lebih maksimal untuk menurunkan subsidi BBM yang mencapai Rp 300 triliunan per tahun. “Pergantian tahun adalah waktu yang tepat secara psikologis maupun hitung-hitungan efisiensi yang diperoleh,” lanjutnya
Lebih dari itu, akan sulit karena adanya pertimbangan politik. Dia mencatat, pemerintahan Presiden Soeharto, pernah menunda kenaikan BBM sebanyak delapan kali karena berdekatan dengan pemilu. “Jangan dekat-dekat ke 2014, karena pasti jadi gejolak politik. Tapi kalau enggak naik subsidi bengkak tahun depan,” tukasnya.
Di tengah karut-marut penyaluran BBM bersubsidi, wacana untuk pembubaran BPH Migas makin mengemuka. Itu menyusul dibubarkannya BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Mengenai itu Djoko menjawab enteng. “Kalau BPH Migas tidak berguna, kenapa tidak dari dulu (dibubarkan),” tukasnya.
November lalu, terdapat kelompok yang menamakan dirinya Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi. FSPPB menganggap BPH Migas bertentangan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. “Silakan saja (uji materi) itu hak setiap orang,” sambungnya.
Pengamat ekonomi Hendri Saparini menilai jika BPH Migas tidak becus dalam mengawasi penyaluran BBM subsidi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan jebolnya kuota BBM subsidi hingga membebani anggaran negara, “Kalau selalu saja (kuota) jebol ini menimbulkan efek yang tidak sehat bagi pengelolaan keuangan negara,” cetusnya
Seperti diketahui, pemerintah awalnya menyediakan kuota sebanyak 40 juta kiloliter BBM subsidi, tapi lantas kurang sehingga DPR menyetujui penambahan empat juta kilo liter. Namun di akhir tahun ini kuota diprediksi jebol lagi sehingga pemerintah mengajukan penambahan kuota 1,2 juta kiloliter.
Hendri mengungkapkan, dalam pengawasan BBM subsidi jenis premium dan solar ini kelemahan BPH Migas adalah tidak mempunyai alat yang bisa melacak distribusi BBM subsidi secara online. Alat seperti hanya dimiliki oleh Pertamina selaku operator. “Seharusnya regulator memiliki alat seperti itu,” sebutnya
Dengan demikian, BPH Migas bisa memantau perjalanan BBM subsidi dari pusatnya dan sampai ke tangan yang berhak menerimanya. Dia (BPH migas) kan hanya perencanaan saja, enggak punya teknisnya jadi tidak punya strategi untuk menjamin bahwa yang dia rencanakan itu bisa untuk direalisasikan di lapangan atau tidak,” tuturnya
Menurutnya, kerja BPH Migas saat ini perlu dievaluasi karena sudah banyak kasus yang terjadi. “Iya perlu dievaluasi keberadaan BPH Migas itu. Mereka sudah mengatakan kasus kebocoran distribusi yang ketauan aja ratusan, lah yang enggak ketahuan berapa? Banyak itu yang tidak terlacak,” tambahnya
Wakil Menteri ESDM Rudy Rubiandini sebelumnya mengatakan bahwa kenaikan harga BBM subsidi dampaknya akan positif. Pertama, mengurangi subsidi, kedua mengurangi disparitas harga dengan yang non-subsidi. “Jadi tidak diselundupkan ke luar negeri, ke industri, pertambangan, atau perkebunan karena berani bayar lebih mahal,” terangnya
Manfaat lain jika BBM subsidi naik, kata Rudi, bisa memberi ruang energi lain berkembang seperti gas yakni bahan bakar gas (BBG). Soalnya jika BBM-nya murah orang disuruh beralih ke gas tidak akan mau. “BBM-nya murah ngapain orang ke gas, padahal gas kita melimpah ruah,” jelasnya. (*Dd)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar